Friday, February 8, 2008

Last Wish

"Sam, aku pengen banget mencium kening mamaku sekali aja"
Mata Naena berlinang air mata dalam sekejap. Pipi kuning langsat nan mulus dibanjiri oleh air mata kesedihan yang dirasakan Naena. Naena memelukku dan menyandarkan kepalanya dipundakku. Ia terus-terusan menangis dan menangis. Aku bingung harus berbuat apa. Aku hanya bisa menyuruhnya bersabar dan melupakan sejenak segala keinginannya.
"kamu memang soulmateku Sam, juga satu-satunya keluarga yang kumiliki"

Tit..tit..tit..tit.., suara jam weker membangunkanku.
"wah, jam setengah tujuh"
Aku bergegas bangun dari kasur empuk yang menghangatkanku dan segera mandi, pakai baju, lalu kuliah.
Hari ini menyegarkan, aku kuliah pagi pastinya pulang nggak terlalu sore. Dikampus sudah banyak para golongan terpelajar yang berdatangan. Ada yang diantar ortunya, cowoknya dan jalan kaki sepertiku.
Redi, cowok termanis di kampus menyapaku dan mengajakku masuk keruang kelas bareng-bareng. Walaupun kita beda jurusan, tapi kelas jurusan kita nggak jauh, hanya berjarak 20 meter-an. Redi, selain mendapat gelar cowok termanis versi majalah kampus, Redi juga terkenal suka olahraga, selalu jadi kapten tim basket kampus. Yang paling membanggakan, Redi adalah mantan soulmate, sahabat, saudaraku Naena yang malang.
Sepulang kuliah, seperti hari-hari sebelumnya, aku harus jaga toko donat yang dirintis ibuku sejak 15 tahun lalu.
Entah kenapa ahri ini toko donatku sepi,belum ada satu pengunjungpun yang datang. Dari jauh terlihat sebuah motor dikendarai orang yang sepertinya kukenal. Orang itu turun dari sepeda motornya, dan masuk kedalam tokoku.
"sepi ya Sam, aku beli sekotak donatnya"
"oh.. kamu ta Red, beliin nenek kamu ya!!"
"iya, udah tua masih minta yang manis-manis. padahal giginya dah pada lari semua"
"dibuat jus kali donatnya"
Tiba-tiba sebuah pertanyaan yang tidak akan pernah aku ingin kan muncul dari bibir merah Redi.
"Sam, Naena dimana?, kok nggak pernah kelihatan ma kamu"
Aku terdiam mendengar pertanyaan itu dan serasa ingin menangis tapi kutahan.
"dia pindah Red, kamu nggak perlu tau dia dimana"
"lo.. kena.."
Aku langsung memotong omongan Redi.
"dah, semuanya sembilan ribu. cepet aku banyak kerjaan"
Redi tercengang dan merasa aneh dengan sikapku yang terkesan tidak menggubris dirinya. Entah marah atau tidak, Redi langsung pergi tanpa keluar kata apapun dari mulutnya.
Aku berlari kedalam, aku mencoba menahan tangisku tapi aku tak kuasa. Tetesan air mata membasahi pipiku, ibuku bingung kenapa aku lari meninggalkan toko dan malah menyendiri dikamar mandi. Setelah merasa lebih baik aku kembali ke toko.
Ternyata ibuku sudah ada didepan menjaga toko. Terlihat beliau berbincang dengan seorang wanita umur 30-an, rambut agak keriting dan cantik. Aku menghampiri mereka. Dan tak kusangka, serasa berhenti bumi ini berputar.
"Samantha kan?" tanya wanita itu.
"i..iya"
"kamu tau dimana Naena?" tanya wanita itu sekali lagi.
Aku bingung harus bilang apa, aku tak tahu. Naena menyuruhku untuk tetap bungkam pada siapapun.
"halooo, Sam, Naena dimana?, kamu tau kan?" suara lembut wanita itu mengagetkanku.
"saya tidak tau tante"
"kamu jangan bohong, saya ini ibunya, tolong kasih tau saya dimana Naena?" pinta wanita itu.
Wanita itu terus saja memaksaku agar aku memberitahu keberadaan Naena. Hal itu sungguh membuatku ingin menangis dan teringat akan Naena. Sungguh menyakitkan. Dengan penuh asa wanita itu terus memaksaku sampai-sampai wanita itu memohon dan berlutut dihadapanku. Aku tak tega melihatnya.
"kenapa baru sekarang mencari Naena?" bentakku pada wanita itu.
Wanita itu tercengang kaget. Aku merasa kasihan sekaligus ingin sekali menampar wajahnya yang selalu dipoles di salon.
Aku menangis, tak hanya mataku, hatiku pun menangis. Kenapa ini harus terjadi.

Wanita itu berdiri dan menatapku penuh harap. Wanita itu mengaku dirinya salah dan khilaf pada Naena. Tidak pernah mengurus Naena dan hanya mementingkan diri, job, dan kecantikannya saja. Wanita itu ingin sekali dipertemukan dengan Naena. Aku pasrah, dengan berat hati aku mengantarkannya. Dalam hatiku berbisik
"maafkan aku sahabatku"

Dengan mengendarai Odissey nya, aku mengantarkan wanita seksi itu ke tempat peristirahatan Naena.
Wanita itu bingung setewlah aku bilang,
"disinilah Naena"

Tak henti hentinya aku meneteskan air mata. Dulu Naena, sahabatku yang selalu menemaniku, kini hanya bisa kupandangi namanya yang terukir dibatu nisan.
Wanita itu juga menangis histeris dan berkali kali meminta maaf pada Naean. Wanita itu memeluk batu nisan yang tertancap diatas tanah.
Aku tak kuasa melihat sahabatku ditimbun tanah, akupun lari menjauh dan berusaha menenangkan diriku.
Selang beberapa menit, wanita itu menepuk pundakku dan berkata,
"sejak kapan , dan kenapa?"
"seminggu yang lalu, leukemia" jawabku singkat dan tanpa menolehkan wajahku padanya.
"kenapa tidak memberitahuku?"
Kupalingkan wajahku dan kutatap matanya, aku berkat a seakan menyalahkannya.
"kenapa harus diberitahu, justru tante yang harusnya tahu sendiri kenapa ini semua bisa terjadi"

Naena memang tak pernah memberitahu siapapun tentang penyakitnya, hanya kepadaku. Mamanya saja tidak. Mama yang jarang sekali ada dirumah, sampai sampai mencium kening Naena anaknya sendiri, tidak pernah.
"tantememang nggak pantas menjadi seorang mama" umpatku kesal
"tahukah anda, sehari sebelum Naena menghembuskan nafasnya yang terakhir, yang ia ingin cuma satu, ia ingin sekali mencium kening mamanya"
Tak terasa air mata menetes deras diwajahku,
"dan yang harus anda sesali, kenapa anda menyia-nyiakan putri anda satu-satunya"

Aku berlari meninggalkan wanita itu sendiri, aku terus berlari tanpa menoleh kebelakang sekalipun. Wanita itu mengejarku.
"tunggu Samantha... maafkan saya" teriakan wanita itu sampai ke telingaku.
Sampai akhirnya, ada batu kecil yang menjegal kakiku sampai aku terjatuh. Siku dan lututku berdarah, dan telapak tanganku lecet.
"Sam"
wanita itu mencium keningku
"itu untukmu dan Naena "
Wanita itu juga memelukku penuh kasih sayang, dari binar matanya terpancar cinta seorang ibu. Aku balik mencium keningnya.
"ini untukmu Naena" bisikku
"maafkanlah ibumu Naena, walaupun kini kau jauh, tapi kenanganmu akan selalu hadir dihatiku sahabatku"

No comments: